Sabtu, 25 September 2010

Jurnalisme Investigasi

Selasa, 21 September 2010

Pembicara  :  Nezar Patria sebagai Pemimpi Redaksi VivaNews

Deskripsi  :
Jurnalisme investigasi berbeda dengan jurnalisme biasa, di mana jurnalisme investigasi mencoba mengungkapkan fakta barudi balik suatu peristiwa sedangkan jurnalisme biasa hanya memberitakan fakta yang memang sudah ada. Jurnalisme investigasi dilaksanakan dengan metode - metode investigasi dengan keluasan jaringan, wawancara yang luas, dan riset yang mendalam. Wartawan  investigasi menggunakan satu teknik yang disebut dengan "mengendus", di mana ide awal dari sebuah investigasi bermula dari sebuah petunjuk. Jurnalisme investigasi muncul di Indonesia pada tahun 1974 dengan Harian Indonesia Raya sebagau pelopornya. Akan tetapi harian yang dipimpin oleh Mochtar Lubis ini dibredel pada masa Orde Baru. Setelah itu jurnalisme investigasi di Indonesia hilang hingga tahun 1998 jurnalisme investigasi bangkit kembali dengan Tempo sebagai pelopornya.

Adapun ciri - ciri dari liputan investigasi adalah :
1. Liputan investigasi harus mengungkapkan fakta baru yaitu suatu fakta yang menjadi pertanyaan publik dalam suatu peristiwa.
2. Jurnalisme investigasi umumnya adalah laporan yang mendalam karena dibangun dari hasil riset dan reportase yang panjang. Reportase investigasi terkadang memakan waktu yang lama. Contoh : Harian Washington Post membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk menuliskan 300-an artikel tentang skandal Watergate.
3. Liputan investigasi selalu mencari bukti tertulis dengan menggunakan metode pelacakan dokumen (paper trail). Liputan ini juga memiliki ciri wawancara dengan orang - orang yang terlibat (human trail) secara ekstensif dan intensif. Selain itu, metode pelacakan elektronik (e-trail) terkadang juga menonjol dalam liputan investigasi.
4. Liputan investigasi tak jarang menggunakan cara - cara polisi untuk membongkar kejahatan. Misalnya : menggunakan metode penyamaran, memakai kamera dan alat rekam tersembunyi serta memata - matai. Tujuannya adalah membongkar informasi jahat yang merugikan masyarakat yang selama ini dirahasiakan dari publik. Sasarannya bisa pejabat pemerintah / pengusaha.
5. Liputan investigasi terkadang menimbulkan dampak. Dampak isu bisa berupa perbaikan sistem / mundurnya seorang pejabat karena terlibat dalam skandal yang diselidiki. Contoh : Presiden Richard M. Nixon yang mengundurkan diri pada tahun 1974.

 Setelah mengetahui seperti apakah ciri - ciri liputan investigasi, saatnya mengetahui proses investigasi, yaitu :
1. Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan kebenaran / kesalahan hipotesis. 
2. Paper trail (pencarian jejak dokumen) yang berupa upaya pelaakan dokumen publik / pribadi demi mencari kebenaran - kebenaran untuk mendukung hipotesis.
3. Wawancara yang mendalam dengan pihak - pihak yang terkait dengan investigasi, baik para pemain langsung maupun mereka yang bisa memberikan background terhadap topik investigasi.
4. Pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti - kriminalitas. Metode ini termasuk melakukan penyamaran.
5. Pembongkaran informasi yang tidak diketahui publik.

Setelah mengetahui ciri - ciri investigasi dan proses investigasi, sekarang saatnya untuk mengetahui dari mana saja sumber informasi untuk liputan investigasi diperoleh. Ada tiga sumber informasi, yaitu observasi (mengamati dan mencari fakta), dokumen, dan wawancara (on/off record, background info). Yang dimaksud dengan wawancara off record adalah identitas narasumber dan informasi yang diberikan oleh narasumber tidak dapat ditulis / dikutip jadi hanya untuk pengetahuan wartawan saja. Sedangkan background info adalah identitas narasumber dirahasiakan tetapi lembaga tempat narasumber bekerja dapat ditulis dan informasi yang diberikan narasumber dapat dipublikasikan.

Setiap peliputan pasti memiliki hambatan dan kesulitannya masing - masing, tak terkecuali dengan liputan investigasi. Berikut ini adalah kesulitan dan hambatan dalam liputan investigasi yaitu keterbatasan waktu, dana, dan sumber informasi ; keraguan editor / penerbit / pemimpin redaksi ; tantangan dari perusahaan tempat bekerja ; kasus white collar crime kurang menjadi perhatian publik ketimbang kasus politik ; dan ancaman keselamatan.

Komentar :

Pembahasan mengenai jurnalisme investigasi ini sangat menarik kalau biasanya kita hanya mengetahui tentang jurnalisme biasa, kali ini saya pribadi mendapat pengetahuan tambahan menganai jurnalisme investigasi. Pengetahuan ini akan sangat bermanfaat apabila nantinya saya akan bekerja di bidang jurnalistik, khususnya jurnalisme investigasi.

Dari pembahasan mengenai jurnalisme investigasi ini, hal yang saya tangkap adalah bahwa jurnalis / wartawan harus peka dan berpikir kritis ketika menghadapi sebuah kasus / peristiwa. Di mana seorang jurnalis / wartawan mampu membaca petunjuk - petunjuk kecil yang ada dalam sebuah kasus dan kemudian berusaha menyelidiki lebih dalam dengan tekun demi mendapatkan hasil investigasi yang diinginkan. Karena jurnalis harus melakukan observasi dan riset mendalam dalam jangka waktu panjang untuk mencari bukti - bkti tertulis maupun wawancara dengan narasumber. Dan hal yang harus diingat juga adalah bahwa liputan investigasi harus memiliki dampak terhadap publik. Sebuah liputan dapat disebut sebagai liputan investigasi bila memiliki dampak terhadap publik / ada kepentingan publik di dalamnya.

Berikut adalah beberapa contoh dari liputan investigatif yang saya kutip dari Buku berjudul Media, Pemilu, dan Jurnalisme Investigatif terbitan UNESCO Jakarta tahun 2005 dalam diskusi panel dengan Roderick MacDonnel dari Institut Bank Dunia dengan tema "Jurnalisme Investigatif dan Kemandirian Media" :
1. Tahun 2001 di Filipina terjadi pemecatan terhadap Presiden Joseph Estrada dikarenakan laporan investigatif dari Phillipine Center for Investigative Journalism tentang kejahatan Estrada, teman - teman,  dan keluarganya. Laporan tersebut menjatuhkan Joseph Estrada dari kursi kepresidenan yang telah ia duduki sejak Mei 1998.
2. Di Thailand, Khun Prasong Lertratanawisute dari surat kabar bisnis, Prachachart pada awal tahun 2000 memeriksa secara menyeluruh neraca keuangan milik Sanan Kachoinprasart juga wakil Perdana Menteri. Dalam tulisannya, Prasung mempertanyakan tentang dana pinjaman sebesar satu juta dolla. Akhirnya The Counter Commision menindaklanjuti laporan tersebut dan kemudian Sanan pun mengundurkan diri.
3. Di Ecuador,Amerika Latin, Presiden Bucaram telah diusir karena ketidakmampuan mentalnya setelah sebuah berita investigatif mengungkap bagaimana Presiden yang dikenal sebagai "El Loco" itu telah mengalihkan dana yang diperolehnya saat Natal, yang tadinya ditunjukkan bagi kaum miskin.
4. Di Venezuela, dua berita investigatif telah mendapatkan penghargaan dengan dipercepatnya kejatuhan    Presiden Perez. Seseorang melaporkan bahwa Presiden telah menyelewengkan dana sebesar 17 juta dollar.Yang lain menuduh bahwa Perez dan dua ajudannya telah mendapat uang jutaan dengan mengubah mata uang Venezulea ke dalam dollar sesaat setelah devaluasi.

Minggu, 12 September 2010

Semiotik : Ilmu Tentang Tanda

Selasa, 7 September 2010

Pembicara :  Kurnia Setiawan, S.Sn, M.Hum, CH.t sebagai Dosen FSRD Untar

Deskripsi  :

Semiotik adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu seme: semiotikos: semeion: penafsir tanda yang berarti tanda / sign dalam bahasa Inggris. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, kode sinyal, dan sebagainya.

Perintis awal semiotika adalah Plato yang memeriksa asal - muasal bahasa. Tanda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional). Contoh dari tanda alami adalah tanda lahir sedangkan contoh dari tanda yang disepakati adalah berjabat tangan. Tanda yang disepakati itu menjadi berbeda artinya sesuai dengan waktu, tempat, dan konteksnya. contohnya : bagi orang Amerika arti dari tepuk tangan adalah memberikan pujian / penghargaan bagi orang tersebut, tetapi bagi orang Tibet berarti mengusir roh - roh jahat.

Ada beberapa tokoh yang mengembangkan tentang teori tanda, diantaranya adalah :
  • St. Agustinus (354-430) mengembangkan teori tentang signa tanda (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi objek pemikiran filosofis. Studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik dan kata mental.
  • William of Ockham OFM (1285-1349) mempertajam mengenai studi tentang tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifat.
  • John Locke (1632- 1700) melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya basis logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya "An Essay Concerning Human Understanding (1690)"

Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang berasal dari Swiss. Beliau mengajar bahasa Sansekerta dan linguistik sejarah. Saussure mengkaji linguistik secara sinkronik bukan diakronik. Saussure mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi : sisi pertama sebagai penanda dan sisi kedua sebagai petanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide / pertanda (signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan / didengar dan apa yang ditulis / dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa. Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi). Tanda dapat bekerja karena ada perbedaan artinya dia dapat dibedakan dengan tanda - tanda lainnya.

Charles Sanders Pierce (1839-1914) seorang filsuf kebangsaan Amerika mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Ia mengembangkan teori tanda yang dibentuk oleh 3 faktor yaitu : Representamen, Objek, dan Interpretant.

Berikut adalah penjelasan mengenai Representamen, Objek, dan Interpretant
a. Level Tanda
    Tanda yang dikaitkan dengan ground / representamen adalah :
  1. Qualisign : Kualitas yang ada pada tanda 
  2. Sinsign : Eksistensi aktual benda / peristiwa/ realitas fisik yang nyata
  3. Logisign : Norma/ hukum yang dikandung oleh tanda, contoh : bunyi peluit wasit pada saat pertandingan sepakbola yang berarti adanya pelanggaran.
b. Level Objek
    Terbagi menjadi 3, yaitu :
  1. Ikon : Tanda yang menghubungkan antara penanda dan petandanya,contoh : foto
  2. Indeks : Tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah, antara tanda dan petandanya yang bersifat kausal / hubungan sebab akibat, contoh : asap sebagai tanda adanya api.
  3. Simbol : Tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan bersifat arbiter, contoh : bendera kebangsaan suatu negara
c. Level Interpretant
    Terbagi menjadi 3, yaitu :
  1. Rheme : Tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Tanda menjadi sebuah kemungkinan bagi interpretant, contoh : kosep
  2. Dicent sign / dicisign : Tanda sesuai dengan kenyataan. Tanda bagi interpretant sebagai sebuah fakta, misalnya pernyataan deskriptis
  3. Argument : Yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Tanda bagi interpretant sebagai sebuah nalar.

Tokoh selanjutnya adalah Roland Barthes (1915-1980) yang berpandangan bahwa sebuah sitem tanda yang mencerminkan asumsi - asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda - tanda dalam budaya pop yang menyingkap konotatif.

The Rhetoric of The Image (1964) mengkaji pesan - pesan yang terdapat dalam sebuah foto iklan. Pesan Linguistik yang berarti semua kata dan kalimat yang ada di dalam iklan. Pesan ikonik yang terkodekan yang berarti konotasi yang muncul dalam foto iklan. Pesan ikonik yang  tak terkodekan yang berarti denotasi yang muncul dalam foto iklan.

Komentar  :

Pembahasan mengenai semiotik ini sangat bermanfaat karena menambah satu ilmu lagi bagi saya pribadi. Menarik sekali ketika saya mengetahui bahwa tanda / sign sudah dicoba untuk diteliti / digali lebih dalam oleh banyak para ahli / ilmuwan sejak dahulu kala.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup dikelilingi oleh berbagai tanda, baik tanda alami maupun tanda yang disepakati, seperti lampu lalu lintas berwarna merah artinya berhenti (itu terjadi karena sudah ada kesepakatan bahwa lampu berwarna merah berarti berhenti).

Selain itu pemahaman mengenai pesan linguistik, pesan ikonik yang terkodekan, dan pesan ikonik yang tak terkodekan sangat berarti bagi saya pribadi. Ternyata bahwa dalam sebuah foto iklan itu terkandung makna dibalik pemilihan warna, kata - kata, simbol / lambang, dan lain - lain. Semuanya itu dipilih berdasarkan pertimbangan yang matang. Karena ada tujuan di balik itu semua. Contohnya foto iklan KFC yang berwarna merah bertuliskan KFC dan bergambar wajah seorang kakek yang sedang tersenyum.
copyright 2006 KFC corporation, all rights reserved

Ternyata semuanya itu dirancang dengan maksud tertentu, seperti warna merah (pesan ikonik yang tak terkodekan) ingin menunjukkan bahwa KFC adalah makanan yang lezat karena merah melambangkan hot / panas, tentunya makanan akan lebih lezat bila dalam keadaan panas. Kemudian pemilihan gambar wajah seorang kakek yang sedang tersenyum (pesan ikonik yang terkodekan) selain karena pelopor dari KFC ini adalah Kolonel Sanders juga ingin menunjukkan keramahan di balik senyum wajahnya.


Jadi ilmu semiotik ini berguna untuk membantu kita semua agar lebih memahami makna dari tanda - tanda yang ada di sekitar kita, contohnya saja makna yang terkandung dalam foto, iklan, poster, dll. Ilmu semiotik ini juga membantu kita untuk menemukan tanda - tanda baru dengan makna tertentu. Akan tetapi tentunya ilmu ini harus digunakan dengan sebaik - baiknya dan sebijak mungkin, jangan sampai pesan yang terkandung tidak dapat tersampaikan dengan baik. Karena manfaat dari suatu ilmu tergantung kepada orang yang memanfaatkannya.

Sabtu, 04 September 2010

Media dan Kesetaraan Gender

Selasa, 31 Agustus 2010

Pembicara : A. Junaidi sebagai Dosen Fikom UNTAR dan Wartawan The Jakarta Post.

Deskripsi :

Apa itu Gender? Gender bukanlah merupakan perbedaan laki - laki dan perempuan yang ditentukan dengan ciri fisik, karena yang membedakan laki - laki dan perempuan secara fisik dinamakan sex. Di mana perbedaan tersebut berdasarkan ciri - ciri fisik yakni perempuan memiliki payudara sedangkan laki - laki tidak.

Gender sendiri adalah perbedaan antara laki - laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial yang dibentuk dalam pemikiran kita, seperti laki - laki berpikir menggunakan logika sedangkan perempuan menggunakan perasaan; laki - laki itu tegas sedangkan perempuan lembut.

Pandangan mengenai gender tersebut juga tercermin dalam pemberitaan di media massa. Seperti bila ada pemberitaan bahwa seorang laki - laki memiliki banyak pacar maka cenderung disebut hebat, sedangkan perempuan bila bergonta - ganti pacar atau memiliki banyak pacar maka cenderung disebut " nakal ". Media massa cenderung tidak menyamaratakan antara kedudukan laki - laki dan perempuan. Bahasa - bahasa jurnalisme yang digunakan media massa pun masih mencerminkan budaya patriarki. Di mana perempuan dianggap berada di bawah laki - laki, padahal banyak perempuan yang juga berprestasi. Selain itu, penggambaran perempuan di media massa juga masih mencerminkan stereotipe tertentu, seperti perempuan yang baik adalah perempuan yang dapat membagi waktu antara karir dan keluarga, ibu rumah tangga yang baik mampu mendorong suami hingga sukses sedangkan perempuan lajang dan janda hampir selalu mendapatkan penggambaran buruk dalam media.

Faktor - faktor internal yang menyebabkan terjadinya hal yang dijelaskan diatas juga dipengaruhi oleh minimnya jumlah jurnalis perempuan dibandingkan laki - laki, sehingga yang tertuang di media terpengaruh oleh pemikiran laki - laki. Selain itu rendahnya perspektif mengenai gender juga turut berperan di mana tidak semua jurnalis perempuan pun menyadari bahwa gender mereka direndahkan. Faktor lainnya adalah pemilik media / pemodal karena persaingan, mereka merasa perlu untuk mengeksploitasi perempuan supaya usaha media mereka laku di pasaran.

Sedangkan faktor eksternal adalah pengiklan, iklan selalu menggambarkan perempuan yang cantik adalah yang berkulit putih, bertubuh langsing, dan berambut panjang. Padahal itu semua hasil pemikiran si pembuat iklan guna membentuk pasar.

Komentar :

Menarik sekali bila membahas mengenai kesetaraan gender dalam pemberitaan di media massa. Bahwa ternyata bila dicermati lebih teliti, media massa masih cenderung tidak adil terhadap perempuan. Mungkin selama ini kaum perempuan belum menyadari keadaaan tersebut. Pemberitaan di media cenderung menampilkan bahwa laki - laki lebih hebat, dominan, dan berprestasi dibanding perempuan. Padahal pada kehidupan nyata banyak juga perempuan yang hebat dan berprestasi. Selain itu banyak media mengksploitasi perempuan karena menganggap perempuan sebagai objek, sebagai contoh beberapa media mengeksploitasi sensualitas dengan perempuan sebagai objek seperti yang terdapat pada majalah dewasa.

Hal - hal diatas memang tak terlepas dari pengaruh pemilik media dan pengiklan, akan tetapi menurut saya seharusnya media yang sehat dapat bersikap lebih adil dan netral dalam pemberitaan mengenai perempuan. Cobalah untuk memberitakan sesuatu juga dari sudut pandang perempuan bukan dari sudut pandang laki - laki semata terhadap perempuan. Karena media massa sendiri punya andil yang sangat penting dalam pembentukan opini publik. Meskipun memang di Indonesia masih lekat dengan budaya patriarki dengan pandangan laki - laki berada di atas perempuan dan lebih dominan. 

Pembahasan mengenai Media dan Kesetaraan Gender ini hendaknya dapat membuka mata perempuan bahwa selama ini kaum perempuan " seolah - olah " dianggap / dipandang rendah / sebelah mata sebenarnya berpotensi besar untuk maju dan semua ini dapat menjadi motivasi bagi perempuan untuk terus berprestasi. Sehingga bukan tidak mungkin suatu saat nanti tercipta kesetaraan gender antara laki - laki dan perempuan dalam pemberitaan media massa.