Pembicara : A. Junaidi sebagai Dosen Fikom UNTAR dan Wartawan The Jakarta Post
Deskripsi :
Pers yang merupakan pilar ke -4 dari negara demokrasi saat ini sangat berbeda dengan pers pada zaman dahulu. Di mana pers pada zaman dahulu sering dibredel karena dianggap terlalu kritis dalam mengkritik pemerintah. Pada tahun 1994 terjadi pembredelan 3 media massa di bawah pemerintahan Soeharto yaitu Tempo, Detik, dan Editor. Hal ini mengakibatkan para wartawan melakukan protes dengan berdemonstrasi. Akhirnya terbentuklah Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dan pada tahun 1998 terjadi pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Hal ini membuat siapa saja dapat membuka usaha penerbitan tanpa harus memiliki SIUPP tersebut.
Bila pada zaman dahulu "musuh" terbesar pers adalah negara, maka saat ini "musuh" terbesar pers adalah kelompok - kelompok masyarakat / ormas - ormas. Beberapa harian surat kabar takut untuk memberitakan hal negatif yang berkaitan dengan organisasi masyarakat tersebut. Karena sudah banyak kasus wartawan yang mendapat perlakuan kekerasan (seperti dipukuli bahkan sampai dibunuh) setelah memberitakan hal - hal yang merugikan pihak tertentu (partai, masyarakat, atau kelompok - kelompok tertentu).
Selain itu kebebasan pers saat ini juga banyak dipengaruhi / dikendalikan oleh pemilik dari media tersebut / pemodal dan pemasang iklan. Akibatnya pemberitaan di media menjadi tidak netral dan cenderung tidak memberitakan hal - hal negatif yang berkaitan dengan pemilik media / pemodal. Beberapa media massa juga tidak memberitakan hal negatif yang berkaitan dengan pemasang iklan di medianya karena takut pemasang iklan tersebut akan mencabut iklan dari medianya.
Komentar :
Kita hidup di negara demokrasi di mana terdapat kebebasan pers dalam membuat berita. Akan tetapi tentunya kebebasan itu tidak sepenuhnya mutlak, karena masih ada hukum / aturan yang mengikatnya, seperti Kode Etik Jurnalistik. Dengan demikian kebebasan pers yang ada saat ini tentunya harus dipergunakan sebijak mungkin. Karena kebebasan pers ini bagaikan pedang bermata dua. Bila digunakan dengan baik dan bijaksana , yaitu memberitakan fakta tanpa ada maksud untuk menyerang kelompok / individu tertentu pastilah pers akan menjadi netral dan berimbang dalam pemberitaanya. Bila pers digunakan untuk memberitakan hal yang cenderung menyerang / mendukung kelompok / individu tertentu tentulah pemberitaan menjadi tidak netral dan cenderung menjadi alat propaganda demi kepentingan kelompok / individu tertentu.
Karena itu hendaklah para pencari berita / wartawan saat ini dapat menggunakan sebaik mungkin kebebasan pers yang ada dalam membuat berita, salah satunya dengan mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang ada saat ini. Dan hendaknya memberitakan apa yang menjadi fakta bukan rekayasa dengan maksud menutup - nutupi atau melebih - lebihkan fakta tersebut.
Setuju, para pekerja media seharusnya bisa menggunakan kebebasan yang didapat secara bertanggung jawab berdasarkan kode etik jurnalistik yang sudah ada--dimana pemberitaan media harus berdasarkan untuk kepentingan publik(di dalam mencerdaskan bukan membodohi) Terus semangat dalam menulis dan berbagi ilmunya.
BalasHapus